Jumat, 27 Desember 2019

Kisah Tentang Kabah dari Zaman Dahulu


Salah satu dari bangunan yang mana sangat memiliki posisi sangat penting dalam hal sejarah peradaban Islam adalah Ka’bah yaitu sebuah bangunan yang suci terletak di Makkah. Apabila merujuk dari pemaknaan bahasa maka, Ka’bah berarti kubus. Oleh sebab itu, fisik dari Ka’bah menyerupai sebuah kubus. Dalam Ensiklopedi Islam tidak disebutkan secara rinci dari panjang dinding muka (yang terdapat pintu) dan juga dinding belakang masing-masing hanya 12 meter.
                                 
Kedua belah sisinya masing-masing memiliki panjang yaitu 10,1 meter. Adapun ketinggiannya mencapai 16 meter. Letak dari dinding itu membujur pada sebelah barat laut, timur laut, barat daya, dan juga tenggara. Ini berarti setiap sudutnya mengarah kepada empat arah mata angin. Formasi seperti ini di maksudkan supaya bangunan ini tetap kokoh dan juga tak runtuh jika angin kencang menerjangnya.


Keempat dari sudut ini memiliki nama masing-masing. Penamaan ini oleh orang Arab Saudi merujuk pada arahnya. Perinciannya adalah sebagai berikut, pada sudut sebelah utara di namakan Rukun Iraqi sebab arahnya merujuk ke Negata Irak atau Mesopotamia, untuk sudut selatan bernama Rukun Yamani sebab mengarah ke Yaman, Rukun Syami untuk arah selatan (Syam atau Suriah), dan Rukun Aswad (arah Hajar Aswad atau batu hitam).

Apabila di telusuri dari ayat-ayat Al-quran, tak ada petunjuk yang dapat memastikan siapakah pendiri sejak awal dari bangunan Ka’bah itu, mulai dari fondasinya hingga ia berbentuk bangunan yang utuh. Sebut saja, pada ayat ke-127 dari surah al-Baqarah. Ayat itu telah menyebutkan bahwasannya Ka’bah itu di perbaiki oleh Nabi Ibrahim as dan juga putranya, Ismail AS. Indikasi kuat lainnya juga terdapat dijelaskan pada surah Ibrahim ayat ke-37.

Ayat ini menjelaskan bahwasannya Ka’bah telah ada pada saat Nabi Ibrahim AS meninggalkan putranya, Nabi Ismail AS, di padang pasir di tanah Arab Saudi. Namun, kebanyakan dari ahli tafsir telah sepakat, penafsiran ayat ke-127 pada surah al-Baqarah merupakan penegasan bahwasannya pendiri dari Ka’bah adalah Nabi Ibrahim as dan juga putranya Ismail AS. Demikian halnya dengan tafsir ayat ke-37 surah Ibrahim. Ulama yang ahli dalam bidang tafsir mengatakan bahwa maksud dari ayat ini adalah Nabi Ibrahim AS meninggalkan keluarganya di tempat yang akan dibangun Ka’bah di atasnya.


Bukan hanya dapat disebut dengan nama Ka’bah, bangunan ini memiliki beragam penamaan yang mana disebutkan di dalam Alquran. Nama-nama itu adalah Al Bait (rumah) yang tertera didalam (QS 3: 97), Al Bait Al Atiq yang berarti rumah kuno (QS 22: 29), Al Bait Al Haram atau yang berarti rumah suci (QS 5: 3), Al Bait Al Ma’mur berarti rumah yang di sejahterakan dan juga di jaga yang terdapat didalan (QS 52: 4), dan juga Al Bait Al Muharram, yakni rumah yang disucikan tertera didalam (QS 14: 37). Pada tahun kedua Hijriah, Allah SWT telah menjadikan Ka’bah sebagai kiblat utama bagi umat Islam. Setelah sebelumnya, kiblat yang berada di Baitul maqdis, Palestina. Kisah ini diabadikan dalam surah Al-Baqarah ayat ke-144.

Pada saat sejak awal didirikan oleh Nabi Ibrahim yang mana merujuk dari kesepakatan para ahli tafsir mengenai pendiri Ka’bah, tercatat setidaknya telah lima kali hal perombakan dan juga penyempurnaan bangunan Ka’bah pada periode klasik.Pertama yakni renovasi yang dilakukan oleh suku Quraisy. Pada saat itu, Ka’bah sempat mengalami kebakaran hal ini ulah dari perempuan Quraisy yang membakar kemenyan. Peristiwa ini telah membuat bangunan dari Ka’bah mengalami kerapuhan. Oleh mereka bangunan ini dihancurkan kemudian dibangun kembali. Disebutkan, arsitektur yang dipercaya melaksanakan proyek ini adalah Baqum yang memiliki kebangsaan Romawi.

Kedua yaitu renovasi dilakukan oleh Abdullah bin Zubair pada saat setelah kerusakan berat akibat dari penyerangan oleh bala tentara Bani Umayyah. Bukan hanya meninggikan Ka’bah, ia juga menambahkan sebuah pintu lagi di area Ka’bah. Proses pembanguan ini selesai pada  649 Hijriah. Ketiga, pemugaran yang dilakukan oleh Al Hajjaj bin Yusuf Ats saqafi. Ia membangun kembali Ka’bah di atas fondasi semula yang dibangun oleh Quraisy. Yang Keempat adalah pembangunan yang mana di lakukan oleh Sultan Murad Khan pada tahun 1040 H. Pada saat itu, Ka’bah mengalami yang namanya kerusakan yang tergolong berat setelah hujan lebat yang menerjang dan juga menyebabkan bencana banjir yang terjadi di daerah kota Makkah. Dengan bencana banjir itu membuat Ka’bah terkena genangan air dengan ketinggian air yang mencapai setengah dari bangunan Ka’bah.

Yang Kelima adalah dalam upaya renovasi yang dilakukan oleh Muhammad Ali Pasha yaitu pada masa pemerintahan Dinasti Turki Usmani. Kejadian yang sama halnya pada masa Sultan Murad terjadi. Banjir yang menggenangi lebih dari setengah Ka’bah. Peristiwa ini terjadi yakni sekitar  pada tahun 1239 H atau 1240 H. Proyek ini diawali dengan semacam gerakan pembersihan secara besar-besaran di sekitar area Ka’bah. Pasalnya, banjir ini menyisakan lumpur dan juga kotoran-kotoran di sekitar wilayah Ka’bah.


0 comments:

Posting Komentar